 |
| Sesepuh desa Larangan Onje |
Kala itu, belum dinamai dusun Larangan Onje, karena awalnya hanya dijadikan sebagai lahan warga yang dimanfaatkan hasil buminya. Tetapi, karena dirasa jaraknya yang terlalu jauh dari pemukiman, maka Mah Kyai Brei bersama Istrinya berencana untuk menetap di situ.
“Awalnya lokasi ini merupakan lahan untuk penghasilan, karena agar leih dekat maka sekalian menetap di sini,” terang Sesepuh desa Larangan Onje, Desa Mojosari Mbah Samsuri kepada Harian Wonosobo di rumahnya.
Dipilihnya untuk menjadi lokasi tetap, sudah barang tentu punya maksud tertentu. Tujuannya tak lain dan tak ukan, supaya dekat dengan lahan dan bisa mengolah langsung lahannya dengan baik.
“Tujuannya pada saat itu murni untuk mempermudah akses pertanian. Barulah lambat laun menjadi anyak hingga dierilah nama seuah dusun,”jelasnya.
Untuk memperjelas batas-batas pemukiman, Mbah Brei pun memberikan mandat kepada Istrinya untuk tidak mendekati lahan yang terdapat mata air di sebelah barat desa hingga akhirnya dinamai Larangan. Kemudian, mengingat di daerah Timur pemukiman terdapat banyak pohon boros atau once maka diberilah nama once. Hingga, akhirnya terbentuklah sebuah desa bernama Larangan Onje.
“Nama Larangan Onje diambil dari gabungan lokasi terlarang dan sebuah lokasi yang terdapat banyak pohon once atau boros. Nama itu, diberikan langsung oleh mah Kyai Brei,”jelasnya.
Ukan hanya itu, pesan-pesan mbah Kyai reipun dirasakan masyarakat sampai sekarang. Pesannya, ialah bermasyarakatlah yang rukun, karena jika sukanya mengnggau tetangga maka tidak akan betah di dusun Larangan Once. “Buktinya, sekarang kalau ada orang yang suka onar selalu tidak betah,”terangnya. (Red-HJ59/Foto: Jam/Harian Wonosobo).
0 komentar:
Post a Comment