Lumpuhkan Belanda, Setjonegoro Didapuk Jadi Bupati Pertama Wonosobo
Wonosobo, Harian Wonosobo - Perkembangan Wonosobo dari masa ke masa tentulah tak lepas dari perjuangan para penguasa daerah zaman dulu. Rasa Patriotisme yang kuat dan semangat juang yang tinggi, tanpa pamrih, tulus membela kepentingan bangsa dan negara, itulah yang dimiliki Tumenggung R Setjonegoro Bupati Pertama Wonosobo (1825-1832) yang berhasil menghadang pasukan Belanda dari Kedu di Legorok dekat Magelang bersama Mulyosentiko.
Kala itu, pada bulan Juli 1825 pemuda bernama Muhammad Ngarpah atau Setjonegoro mendapat perintah dari pangeran Diponegoro untuk menghadang pasukan Belanda dari Kedu di Legorok dekat Magelang bersama Mulyosentiko. Dalam pencegahan di Legorok itu pasukan yang dipimpinnya dapat melumpuhkan tentara Belanda hingga menewaskan ratusan tentara Belanda termasuk 40 orang tentara Eropa. Selain itu, mereka juga berhasil mengambil emas lantakan senilai 28.000 gulden.
Pertempuran tersebut merupakan kemenangan pertama bagi pasukan Diponegoro terhadap Belanda. Akhirnya Jayeng Menggolo Demang dari Samen atau Muhammad Ngarpah yang ahli dibidang mesiu itu diangkat menjadi penguasa Ledhok dengan nama Tumenggung R. Setjonegoro dan Kertonegoro kepada Mulyosentiko. Dilanjutkan, pada masa-masa selanjutnya, Setjonegoro sangat aktif mendukung perjuangan Diponegoro, termasuk di Bagelen dan Ledhok bersama pemimpin pasukan Pangeran Diponegoro yang lain.
“Dalam pertempuran didaerah Ledhok dan sekitarnya Tumenggung Setjonegoro mengerahkan 1000 orang prajurit yang dipimpin oleh mas Tumenggung Joponawang menghadapi serbuan Belanda. Pada bulan Agustus 1826 Tumenggung Setjonegoro dan Kertonegoro juga terlibat dalam pertempuran di Daerah Delanggu, mereka memimpin pasukan di Daerah Lancur untuk menghadang pasukan yang datang dari Klaten,” Terang Ripto Hartanto bagian Referensi Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonosobo diambilkan dari referensi sejarah Wonosobo, Selasa (14/5) beberapa waktu lalu.
Sementara itu, catatan Belanda setelah perang berahir menunjukkan adanya pengakuan pemerintah kolonial terhadap kekuasaan Setjonegoro sebagai Bupati di Ledhok, sebagai seorang yang aktif mendukung perjuangan Diponegoro yang tidak disenangi penguasa kolonial. Menurut surat Residen Kedu di Magelang Kepada Komisaris Vorstenlanden Tanggal 8 Maret 1831, disebutkan bahwa Bupati Ledok yang bernama Raden Tumenggung Setjonegoro telah dipensiunkan oleh pemerintah kolonial.
Sedangkan surat tanggal 20 Maret 1831 menyatakan bahwa pemerintah kolonial telah mengangkat Raden Tumenggung Ario Mangunkusumo sebagai penganti Setjonegoro sebagai Bupati Ledhok. Komisaris menyatakan bahwa Bupati Ledhok yang dipensiunkan itu pada tahun 1831 harus disinggirkan dari Ledhok, karena penyebaran pengaruh yang sangat merugikan pemerintah kolonial.
Di samping itu, Setjonegoro juga dinyatakan telah mengadakan hubungan sangat erat dengan pengikut Diponegoro yang masih berada di Ledhok. Oleh sebab itu, Setjonegoro bersama tiga Tumenggung perlu disingkirkan ke Magelang, Pusat pemerintahan karisidenan kedu dan salah satu pusat militer terpenting didaerah Jawa Tengah disamping Semarang dan Purworejo. “Tokoh Setjonegoro yang mendukung pangeran Diponegoro didaerah Wonosobo ini bukan hanya di Daerah Purworejo, Magelang dan Klaten, akan tetapi keberadaan tokoh ini sangat penting dalam sejarah Wonosobo,” terang Ripto.
Dalam referensi yang dibuat oleh Bupati Margono tersebut, disebutkan pula Tumenggung R. Setjonegoro menjadi Bupati Wonosobo dari tahun 1825 sampai tahun 1832 yang merupakan Bupati yang memindahkan kekuasaan dari Selomerto ke Kawasan Kota Wonosobo.
(Laporan Sejarah Harian Wonosobo/Foto: nanditosilaen).
Wonosobo, Harian Wonosobo - Perkembangan Wonosobo dari masa ke masa tentulah tak lepas dari perjuangan para penguasa daerah zaman dulu. Rasa Patriotisme yang kuat dan semangat juang yang tinggi, tanpa pamrih, tulus membela kepentingan bangsa dan negara, itulah yang dimiliki Tumenggung R Setjonegoro Bupati Pertama Wonosobo (1825-1832) yang berhasil menghadang pasukan Belanda dari Kedu di Legorok dekat Magelang bersama Mulyosentiko.
Kala itu, pada bulan Juli 1825 pemuda bernama Muhammad Ngarpah atau Setjonegoro mendapat perintah dari pangeran Diponegoro untuk menghadang pasukan Belanda dari Kedu di Legorok dekat Magelang bersama Mulyosentiko. Dalam pencegahan di Legorok itu pasukan yang dipimpinnya dapat melumpuhkan tentara Belanda hingga menewaskan ratusan tentara Belanda termasuk 40 orang tentara Eropa. Selain itu, mereka juga berhasil mengambil emas lantakan senilai 28.000 gulden.
Pertempuran tersebut merupakan kemenangan pertama bagi pasukan Diponegoro terhadap Belanda. Akhirnya Jayeng Menggolo Demang dari Samen atau Muhammad Ngarpah yang ahli dibidang mesiu itu diangkat menjadi penguasa Ledhok dengan nama Tumenggung R. Setjonegoro dan Kertonegoro kepada Mulyosentiko. Dilanjutkan, pada masa-masa selanjutnya, Setjonegoro sangat aktif mendukung perjuangan Diponegoro, termasuk di Bagelen dan Ledhok bersama pemimpin pasukan Pangeran Diponegoro yang lain.
“Dalam pertempuran didaerah Ledhok dan sekitarnya Tumenggung Setjonegoro mengerahkan 1000 orang prajurit yang dipimpin oleh mas Tumenggung Joponawang menghadapi serbuan Belanda. Pada bulan Agustus 1826 Tumenggung Setjonegoro dan Kertonegoro juga terlibat dalam pertempuran di Daerah Delanggu, mereka memimpin pasukan di Daerah Lancur untuk menghadang pasukan yang datang dari Klaten,” Terang Ripto Hartanto bagian Referensi Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonosobo diambilkan dari referensi sejarah Wonosobo, Selasa (14/5) beberapa waktu lalu.
Sementara itu, catatan Belanda setelah perang berahir menunjukkan adanya pengakuan pemerintah kolonial terhadap kekuasaan Setjonegoro sebagai Bupati di Ledhok, sebagai seorang yang aktif mendukung perjuangan Diponegoro yang tidak disenangi penguasa kolonial. Menurut surat Residen Kedu di Magelang Kepada Komisaris Vorstenlanden Tanggal 8 Maret 1831, disebutkan bahwa Bupati Ledok yang bernama Raden Tumenggung Setjonegoro telah dipensiunkan oleh pemerintah kolonial.
Sedangkan surat tanggal 20 Maret 1831 menyatakan bahwa pemerintah kolonial telah mengangkat Raden Tumenggung Ario Mangunkusumo sebagai penganti Setjonegoro sebagai Bupati Ledhok. Komisaris menyatakan bahwa Bupati Ledhok yang dipensiunkan itu pada tahun 1831 harus disinggirkan dari Ledhok, karena penyebaran pengaruh yang sangat merugikan pemerintah kolonial.
Di samping itu, Setjonegoro juga dinyatakan telah mengadakan hubungan sangat erat dengan pengikut Diponegoro yang masih berada di Ledhok. Oleh sebab itu, Setjonegoro bersama tiga Tumenggung perlu disingkirkan ke Magelang, Pusat pemerintahan karisidenan kedu dan salah satu pusat militer terpenting didaerah Jawa Tengah disamping Semarang dan Purworejo. “Tokoh Setjonegoro yang mendukung pangeran Diponegoro didaerah Wonosobo ini bukan hanya di Daerah Purworejo, Magelang dan Klaten, akan tetapi keberadaan tokoh ini sangat penting dalam sejarah Wonosobo,” terang Ripto.
Dalam referensi yang dibuat oleh Bupati Margono tersebut, disebutkan pula Tumenggung R. Setjonegoro menjadi Bupati Wonosobo dari tahun 1825 sampai tahun 1832 yang merupakan Bupati yang memindahkan kekuasaan dari Selomerto ke Kawasan Kota Wonosobo.
(Laporan Sejarah Harian Wonosobo/Foto: nanditosilaen).
0 komentar:
Post a Comment