Wonosobo, Harian Wonosobo – Pada tahun 1995 ada sebanyak 27 desa di Kabupaten Wonosobo yang dirubah menjadi kelurahan atas dasar ketentuan dari pemerintah pusat. Padahal, saat itu desa sudah ada perangkatnya, dan sampai saat ini belum ada penyelesainnya. Selama 19 tahun itulah status perangkat tersebut ngambang karena status kelurahan di isi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Hingga akhirnya, telah disepakati diputuskan dalam rapat dengar pendapat, jika mereka akan diberhentikan dengan hormat dan diberi pesangon. Hal itu diungkapkan ketua Komis A DPRD Kabupaten Wonosobo, Suwondo Yudhistiro kepada Harian Wonosobo di kantornya.
Menurutnya, untuk nilai pesangon yang diberikan kepada perangkat tersebut belum ada ketentuannya. Karena tidak ada ketentuan yang mengatur besaran pesangon, maka kesepakan bapermasdes, komis A serta eks Kepala Desa mengacu pada pesangon sekretaris desa yang waktu itu tidak diangkat menjadi PNS karena tidak memenuhi syarat maksimal Rp20 juta. “Artinya kita melihat waktu lama bekerja juga menjadi poertimbangan, juga disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” jelasnya.
Menurutnya, tidak ditentukan besaran pesangon karena tidak ada aturan tentang itu. Sehingga, maksimal Rp20juta itu kan mengaju ke sekdes. “Sejauh ini belum ada ketentuannya,”jelasnya.
Dengan dikeluarkannya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, menurut dia, karena dana desa langsung dialokasikan ke desa maka kedepannya tidak dikasihkan eks perangkat desa dan mereka tidak dapat honor. Oleh karena itu setelah komisi A mendengar paparan dan disetujui perwakilan eks perangkat desa maka status mereka diberhentikan dengan hormat dan diberi pesangon. “Ini yang sedang kita kawal, karena selama ini dampak perubahan status desa dan kelurahan, perangkat hanya mendapatkan bengkok dan tunjangan perangkat desa saja,” terangnya.
Dalam forum muncul dua hal yaitu penyelesaian status, kata dia, eks perangkat desa dengan ketentuan diberhentikan dengan hormat dan diberi pesangon. Kedua, rapat dengar pendapat komis A dengan eks Kepala Desa. Adalah keinginan sebagaian besar masyarakat yang tadinya desa berubah menjadi kelurahan untuk statusnya dirubah kembali menjadi desa. Karena, pertimbangan terkait persoalan pelayanan publiknya.
“Jadi masyarakat desa lebih nyaman ketika aparatur desanya itu dari desa, dibanding dengan kelurahan. Sebab, jika perangkat desa dipilih oleh warga sendiri dan warga yang berdomisili disitu. Sehingga, Pelayanan terhadap masyarakat bisa optimal, bukan pada jam kerja saja, tetapi bisa sampai sore bahkan malam hari,”terangnya.
Sementara untuk aaratur pemerintahan, PNS terikat jam kerja, ketika ada kebutuhan masyarakat pada sore maka tidak terlayani. “Saya rasa dengan adanya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa yang mengamanatkan bahwa perubahan status kelurahan menjadi desa, atau desa menjadi kelurahan ini diatur dengan perda. Untuk itu pemda harus menyiapkan raperda tentang hal ini. Sehingga, keinginan masyarakat di kelurahan bisa diwujudkan,” jelasnya. (Red-HW28/Foto: Harian Wonosobo).
Hingga akhirnya, telah disepakati diputuskan dalam rapat dengar pendapat, jika mereka akan diberhentikan dengan hormat dan diberi pesangon. Hal itu diungkapkan ketua Komis A DPRD Kabupaten Wonosobo, Suwondo Yudhistiro kepada Harian Wonosobo di kantornya.
Menurutnya, untuk nilai pesangon yang diberikan kepada perangkat tersebut belum ada ketentuannya. Karena tidak ada ketentuan yang mengatur besaran pesangon, maka kesepakan bapermasdes, komis A serta eks Kepala Desa mengacu pada pesangon sekretaris desa yang waktu itu tidak diangkat menjadi PNS karena tidak memenuhi syarat maksimal Rp20 juta. “Artinya kita melihat waktu lama bekerja juga menjadi poertimbangan, juga disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” jelasnya.
Menurutnya, tidak ditentukan besaran pesangon karena tidak ada aturan tentang itu. Sehingga, maksimal Rp20juta itu kan mengaju ke sekdes. “Sejauh ini belum ada ketentuannya,”jelasnya.
Dengan dikeluarkannya UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, menurut dia, karena dana desa langsung dialokasikan ke desa maka kedepannya tidak dikasihkan eks perangkat desa dan mereka tidak dapat honor. Oleh karena itu setelah komisi A mendengar paparan dan disetujui perwakilan eks perangkat desa maka status mereka diberhentikan dengan hormat dan diberi pesangon. “Ini yang sedang kita kawal, karena selama ini dampak perubahan status desa dan kelurahan, perangkat hanya mendapatkan bengkok dan tunjangan perangkat desa saja,” terangnya.
Dalam forum muncul dua hal yaitu penyelesaian status, kata dia, eks perangkat desa dengan ketentuan diberhentikan dengan hormat dan diberi pesangon. Kedua, rapat dengar pendapat komis A dengan eks Kepala Desa. Adalah keinginan sebagaian besar masyarakat yang tadinya desa berubah menjadi kelurahan untuk statusnya dirubah kembali menjadi desa. Karena, pertimbangan terkait persoalan pelayanan publiknya.
“Jadi masyarakat desa lebih nyaman ketika aparatur desanya itu dari desa, dibanding dengan kelurahan. Sebab, jika perangkat desa dipilih oleh warga sendiri dan warga yang berdomisili disitu. Sehingga, Pelayanan terhadap masyarakat bisa optimal, bukan pada jam kerja saja, tetapi bisa sampai sore bahkan malam hari,”terangnya.
Sementara untuk aaratur pemerintahan, PNS terikat jam kerja, ketika ada kebutuhan masyarakat pada sore maka tidak terlayani. “Saya rasa dengan adanya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang desa yang mengamanatkan bahwa perubahan status kelurahan menjadi desa, atau desa menjadi kelurahan ini diatur dengan perda. Untuk itu pemda harus menyiapkan raperda tentang hal ini. Sehingga, keinginan masyarakat di kelurahan bisa diwujudkan,” jelasnya. (Red-HW28/Foto: Harian Wonosobo).
0 komentar:
Post a Comment