Wonosobo, Harian Wonosobo – Barangkali tak ada yang menyangka jika keberadaan Masjid Al Huda di kampung Mataraman Rt 02 Rw. 05, Sudagaran, Wonosobo Timur, Kecamatan Wonosobo merupakan lokasi pusat pemotongan hewan peninggalan Belanda. Karena dilihat dari bangunan masjid yang megah serta kondisi disekitarnya terlihat nyaman dan indah. Padahal, ketika zaman belanda sebelum lokasi tersebut dijadikan masjid bernama AL Huda, merupakan tempat pemotongan sapi, kambing serta babi.
Kala itu sekitar 1942-1990 lokasi yang sekarang menjadi masjid AL Huda selalu ramai dikunjungi orang Belanda yang hendak memotong hewan. Pemotongan itupun dilaksanakan pada pagi hari dan siang hari.
“Dulu setiap pagi itu selalu terdengar suara babi yang ditusuk agar mati kemudian untuk dimakan dagingnnya. Karena lokasi tersebut dimanfaatkan sebagai pusat pemotongan hewan oleh orang-orang Belanda,” terang Indarto Warga Mataraman Rt 02 Rw. 05, Sudagaran, Wonosobo Timur yang jugsa didapk sebagai salah satu pengurus masjid AL Huda Sudagaran Kepada harian Wonosobo.
Bahkan untuk kondisinya tidak sebagaus saat ini, karena pada saat itu disebelah kanan masjid merupakan sungai yang besar. Kemudian untuk bangunannnya juga hanya satu lantai. Selain itu, pada saat itu tingkat kebersihannya juga masih kurang.
“Pada saat masih menjadi pusat pemotongan hewan, baunya sangat menyengat dan mengganggu warga sekitar,” jelasnnya.
Melihat keprihatinan tersebut, maka para pengurus masjid AL Huda pada tahun 1990 mempunyai gagasan agar lokasi pusat pemotongan hewan tersebut diubah menjadi masjid.
“Bukan hanya karena keprihatinan, karena melihat kondisi masjid AL Huda yang dulunya diutara Sudagaran sudah tidak muat untuk menampung Jama’ah, maka pengurus segera mencari tempat yang luas untuk mendirikan sebuah masjid. Dan kebetulan sekali lokasi yang dulunya sebagai pusat memotong hewan sangat strategis untuk membuat masjid hingga akhirnya bisa berdiri,” tambahnya.
Berbagai upaya perijinan dan lobipun dilakukan oleh pengurus mulai dari rembugan pengurus hingga menemui Bupati. Kemudian, setelah menemui Bupati barulah direalisasikan dan pusat pemotongan sapi dipindah menuju Ngasinan.
“Setelah para pengurus menemui Bupati kemudian diterima dan lokasi pemotongan hewan dipindah ke Ngasinan,” jelasnya kepada Harian Wonosobo.
Setelah diberikan ijin oleh Bupati, barulah proses penggarapan dilakukan. Butuh waktu selama 5 tahun sejak tahun 1990 hingga 1995 masjid AL Huda resmi dimanfaatkan oleh warga sekitar.
“Nah mulai tahun 1995 masjid Al Huda resmi dimanfaatkan,” terangnya.
Berdirinya masjid AL Huda juga tak lepas dari tokoh almarhum Sumardi Sutarso, Zaini Sukri serta H. Muhlazim. Mereka merupakan tokoh ulama’ pendiri masjid Al Huda. “Dulu yang berperan sebgai imamnya adalah mbah H. Muhlazim,” tambahnya. (Red-HW45/Mg.23).
Kala itu sekitar 1942-1990 lokasi yang sekarang menjadi masjid AL Huda selalu ramai dikunjungi orang Belanda yang hendak memotong hewan. Pemotongan itupun dilaksanakan pada pagi hari dan siang hari.
“Dulu setiap pagi itu selalu terdengar suara babi yang ditusuk agar mati kemudian untuk dimakan dagingnnya. Karena lokasi tersebut dimanfaatkan sebagai pusat pemotongan hewan oleh orang-orang Belanda,” terang Indarto Warga Mataraman Rt 02 Rw. 05, Sudagaran, Wonosobo Timur yang jugsa didapk sebagai salah satu pengurus masjid AL Huda Sudagaran Kepada harian Wonosobo.
Bahkan untuk kondisinya tidak sebagaus saat ini, karena pada saat itu disebelah kanan masjid merupakan sungai yang besar. Kemudian untuk bangunannnya juga hanya satu lantai. Selain itu, pada saat itu tingkat kebersihannya juga masih kurang.
“Pada saat masih menjadi pusat pemotongan hewan, baunya sangat menyengat dan mengganggu warga sekitar,” jelasnnya.
Melihat keprihatinan tersebut, maka para pengurus masjid AL Huda pada tahun 1990 mempunyai gagasan agar lokasi pusat pemotongan hewan tersebut diubah menjadi masjid.
“Bukan hanya karena keprihatinan, karena melihat kondisi masjid AL Huda yang dulunya diutara Sudagaran sudah tidak muat untuk menampung Jama’ah, maka pengurus segera mencari tempat yang luas untuk mendirikan sebuah masjid. Dan kebetulan sekali lokasi yang dulunya sebagai pusat memotong hewan sangat strategis untuk membuat masjid hingga akhirnya bisa berdiri,” tambahnya.
Berbagai upaya perijinan dan lobipun dilakukan oleh pengurus mulai dari rembugan pengurus hingga menemui Bupati. Kemudian, setelah menemui Bupati barulah direalisasikan dan pusat pemotongan sapi dipindah menuju Ngasinan.
“Setelah para pengurus menemui Bupati kemudian diterima dan lokasi pemotongan hewan dipindah ke Ngasinan,” jelasnya kepada Harian Wonosobo.
Setelah diberikan ijin oleh Bupati, barulah proses penggarapan dilakukan. Butuh waktu selama 5 tahun sejak tahun 1990 hingga 1995 masjid AL Huda resmi dimanfaatkan oleh warga sekitar.
“Nah mulai tahun 1995 masjid Al Huda resmi dimanfaatkan,” terangnya.
Berdirinya masjid AL Huda juga tak lepas dari tokoh almarhum Sumardi Sutarso, Zaini Sukri serta H. Muhlazim. Mereka merupakan tokoh ulama’ pendiri masjid Al Huda. “Dulu yang berperan sebgai imamnya adalah mbah H. Muhlazim,” tambahnya. (Red-HW45/Mg.23).
0 komentar:
Post a Comment