Iklan

Iklan

iklan

iklan
  • Berita Terkini

    Monday 26 October 2015

    Vox Populi Vox Duit ?

    Oleh : Ida Agus H

    Hanya dalam hitungan minggu perhelatan akbar pilkada untuk memilih Bupati dan wakil bupati Wonosobo periode 2016 – 2021 akan dilaksanakan. Namun suasana yang ada kelihatan masih adem ayem, tanpa terlihat greget dari masyarakat akan munculnya pemimpin baru setelah era Kholiq Arif berakhir.

    Kondisi ini memiliki multi tafisr. Di satu sisi masyarakat sudah apatis dengan pilkada yang menurut sebagian kalangan tidak akan membawa perubahan kehidupan yang lebih baik, Sementara di lain pihak para kandidat kurang begitu dikenal. Atau pun kurang bisa menarik simpati dari calon pemilih.
    Masih ada waktu memang untuk merubah kondisi seperti ini. Tentunya tim sukses masing masing kandidat terus berupaya untuk meyakinkan kepada publik bahwa calon yang diusungnya merupakan calon yang terbaik.

    Asumsi seperti itu bisa saja benar. Namun tengoklah di lapangan. Nyaris masyarakat lebih asyik dengan kegiatan rutin untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin sulit. Coba saja ambil pendapat dari pedagang di pasar. Jawabannya bisa bisa bikin merah telinga para kandidat yang sedang mati matian menarik dukungan.

    “Ada nggak calon bupati yang menjamin pasar nggak kebakar?” Ungkapan itu hanya salah satu dari apatisme mereka. Bisa dimaklumi jika mereka berpendapat seperti itu. Selama 10 tahun terakhir, tiga kali Pasar induk dan penampungan terbakar. Beban yang ditanggung pedagang pun bertumpuk. Belum lagi nanti saat pasar selesai dibangun, mereka dihadapkan pada persoalan lain seperti penataan ulang yang akan berimbas pada tingkat penjualan mereka. Jika sikap ini diamini oleh mayoritas pedagang yang ada di pasar penampungan saat itu, bisa menjadi sinyal bahaya terhadap legitimasi bupati terpilih nantinya.

    Potensi suara yang dimiliki dari komunitas pedagang cukup besar. Taruhlah jika ada 7000 pedagang dan mereka memiliki isteri atau suami dan anak, tentu akan menjadi potensi yang patut diperebutkan oleh para kandidat bupati kan ?? Hingga sekarang belum terlihat para kandidat ini yang menyambangi para pedagang. Padahal biasanya dalam proses pilkada, pasar menjadi tempat favorit untuk sebuah pencitraan selama kampanye.

    Penataan pasar sebagai sentra ekonomi kerakyatan memang terus menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir. Tak kurang munculnya pasar modern yang berlokasi tidak jauh dari pasar induk semakin menjadi ancaman bagi para pedagang. Bisa jadi mereka akan “ menghukum “ kandidat yang memiliki keterikatan dalam sistem birokrasi sebelumya dengan tidak memilih mereka.

    Suara Akar Rumput
    Di kalangan lain jauh lebih menyeramkan pendapat yang muncul. Mereka hanya akan memilih kandidat bupati yang bagi bagi uang. Bagi masyarakat, pilkada adalah musim panen lima tahunan. Idiom suara rakyat adalah suara Tuhan ( Vox Populi Vox Dei) pada saat ini mulai bergeser menjadi vox populi vox duit.

    Transaksionalisasi dalam politik menjadi satu hal yang permisif. Masyarakat kini tidak lagi menganggap hal itu sebagai hal yang tabu. Mereka menganggap wajar calon bupati memberikan uang untuk mengganti ongkos kerja hari itu. Dalam pikiran modern, tidak ada makan siang gratis. Aduh.

    Jika sudah begitu, siapa yang patut disalahkan ?? Jargon pilkada bersih hanya tinggal jargon dan cenderung menjadi komoditas para pelaku politik atau lembaga lembaga pengamat. Tapi masyarakat pun memiliki alasan sendiri mengapa mereka melakukan hal itu., Salah satunya adalah karena mereka merasa hanya dimanfaatkan suaranya saat dibutuhkan. Setelah calon bupati itu terpilih, biasanya lupa pada konstituennya. Sehingga hanya dengan cara begitu masyarakat bisa membalasnya. Yang lebih menyakitkan lagi, sebagian pemilih berpendapat, berani nyalon bupati ya harus berani modal.

    Fenomena seperti inilah yang seharusnya menjadi renungan bagi semua pihak. Upaya Komisi Pemilihan Umum untuk memenuhi target angka partisipasi sebesar 75 % pun dipertaruhkan.
    Masyarakat kini semakin cerdas dan semakin sadar hakl haknya. Jika memang tidak ada yang cocok di hati, kenapa harus dipilih ?? Jika suara akar rumput sudah seperti ini, legitimasi seperti apa yang nantinya akan didapatkan oleh pemenang pilkada ? Selamat  berpikir.

    -Ida Agus H adalah Sekretaris Karang Taruna Kabupaten Wonosobo

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Vox Populi Vox Duit ? Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top