Iklan

Iklan

iklan

iklan
  • Berita Terkini

    Saturday 8 August 2015

    Pengelolaan Kawasan Wisata Dieng Perlu Ditata Ulang?

    Oleh Musadad
    Penulis adalah Alumni MAN Kalibeber Wonosobo dan Magister Kajian Pariwisata UGM dan peneliti Serayu Institut Wonosobo

    Dunia pariwisata adalah dunia bisnis. Kita tidak boleh menafikan itu. Salah satu tujuan utama pembukaan objek wisata adalah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi (uang), dan objek wisata tidak akan langgeng (sustainable) tanpa uang. Oleh karena itu, layaknya sebuah perusahaan, destinasi wisata juga harus dikelola secara profesional agar wisatawan (konsumen) merasa puas dan tidak rugi mengeluarkan uang. Kalau wisatawan puas, ada dua kemungkinan: berkunjung kembali dan mengabarkan berita positif tentang pengalaman berwisatanya kepada orang lain. Sebaliknya, kalau wisatawan tidak puas, akan ada dua kemungkinan juga: tidak sudi berkunjung lagi dan mengabarkan hal negatif tentang pengalaman beriwisatanya.

    Sebagai andalan sektor pariwisata Kabupaten Wonosobo, Kawasan Wisata Dieng harus dikelola secara profesional pula. Hal ini mutlak dilakukan demi memberikan kepuasan kepada pengunjung, yang pada akhirnya akan berimbas pada naiknya volume kunjungan.  Salah satu aspek pengelolan wisata yang berefek langsung pada wisatawan adalah tiket. Kalau pertiketan tidak ditata dengan baik, maka akan sangat ‘berbahaya’ bagi kepuasan wisatawan. Hal ini agaknya yang terjadi dengan pengelolaan tiket masuk di Kawasan Wisata Dieng.

    Idealnya, satu kawasan wisata hanya memiliki satu pos penarikan retribusi (one-door ticketing). Artinya, pengunjung cukup membayar satu tiket untuk menikmati semua objek wisata yang ada. Yang terjadi di Dieng sekarang adalah sebaliknya – setiap ingin memasuki satu objek wisata, pengunjung harus membeli tiket. Bayangkan kalau ada 5 obek wisata dan setiap kali pengunjung datang, dia harus membeli tiket. Sistem seperti ini cenderung mengurangi kenyamanan pengunjung dalam berwisata. Minimal sistem ini akan menimbulkan kesan “rempong” (ribet) bagi pengunjung sehingga cenderung tidak efektif.

    Selain berpotensi mengurangi kenyamanan pengunjung, sistem pertiketan seperti ini juga rawan menimbulkan terjadinya manipulasi harga tiket. Tidak hanya itu, sistem ini juga berpotensi memunculkan pos-pos tiket tidak resmi (ilegal). Sehingga, menurut hemat saya, sistem one-door ticketing perlu diterapkan untuk meminimalisir potensi-potensi kecurangan dan ketidaknyamanan wisatawan tersebut.

    Dalam hal ini, kita mungkin bisa belajar dari Gunungkidul, sebuah kabupaten yang sedang “naik daun” dalam sektor pariwisata dalam beberapa tahun terakhir. Dulu, setiap pantai di kabupaten ini memiliki pos tiket sendiri. Akan tetapi sekarang sudah dirubah dengan sistem one-door ticketing. Jadi, untuk kawasan pantai tertentu, katakanlah ada lima pantai, terdapat satu pos retribusi dimana pengunjung cukup membeli satu tiket untuk mengunjungi setiap pantai yang ada di kawasan tersebut. Atau, kita juga bisa belajar dari Kawasan Wisata Baturaden.

    Di objek wisata ini, dengan membayar satu tiket, pengunjung sudah bisa menikmati berbagai atraksi seperti menikmati panorama alam, duduk lesehan di taman yang indah, berenang dengan air sejuk menyegarkan, atau menikmati wahana hiburan lainnya. Walaupun secara kasap mata Dieng jauh lebih terkenal daripada Baturaden, namun jumlah wisatawan di Dieng jauh lebih sedikit dibanding Baturaden. Jumlah wisatawan di Baturaden berada di kisaran 500 ribuan per tahun (2010-2012) sedangkan jumlah wisatawan di Dieng hanya berada di angka 100 ribuan per tahuan (2009-2011). Hal inilah yang perlu mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait.

    Sebenarnya, hal ini memang juga tidak bisa dilepaskan dari batas administratif wilayah Dieng yang terletak di dua kabupaten yaitu Banjarnegara dan Wonosobo. Dualisme managemen inilah yang kemungkinan mengakibatkan setiap objek wisata di Dieng punya tiket sendiri padahal hal ini sangat tidak membantu dan justru membahayakan bagi kenyamanan wisatawan, karena pada dasarnya mereka tidak mau direpotkan dengan banyaknya loket dan pintu masuk.

    Wisatawan tidak mau tahu dan tidak peduli dengan apakah ini milik Banjarnegara atau Wonosobo, yang mereka tahu adalah mereka ingin refreshing tanpa terlalu dipusingkan dengan urusan administrasi. Sehingga, perlu dilakukan kerjasama antara Wonosobo dan Banjarnegara untuk membuat satu pos penarikan retribusi. Mengenai pembagian keuntungan, pasti bisa ditetapkan dengan cara duduk bersama, yang penting jangan sampai wisatawan merasa tidak nyaman dalam berwisata.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Pengelolaan Kawasan Wisata Dieng Perlu Ditata Ulang? Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top