Iklan

Iklan

iklan

iklan
  • Berita Terkini

    Friday 12 February 2016

    Trias Revolusi Indonesia

    M Yudhie Haryono
    Oleh M Yudhie Haryono
    Direktur Eksekutif Nusantara Centre Indonesia

    Di mana kini tiga gagasan besar yang kuyakini akan merubah drastis republik ini? Trias Revolusi sebagai desain raksasa yang kakinya ada di trias-ekonomika dan psiko-hermeneutika. Tentu, membincang “revolusi mental, revolusi nalar dan revolusi konstitusional” adalah meratakan perlawanan, menguatkan kesejahteraan dan memastikan kemandirian sebagai ultima dari kemerdekaan kedua.


    Pada revolusi mental, kita akan produksi mental-mental revolusioner yang crank, anti libidinal dan menyempal karena melawan kezaliman. Pada revolusi nalar kita akan memproduksi sejumlah nalar kritis pemanggul sejarah, keteladanan dan penemu solusi dari sekian milyar masalah bangsa. Pada revolusi konstitusional kita akan meneguhkan aturan dan nasionalisme patriotik via manusia sejarah (historical man).


    Ketiga revolusi itu akan melahirkan kesadaran warga negara bahwa hidup bangsa ini adalah mewarisi kegemilangan peradaban dan menyebarkannya sebagai nilai bersama dunia lainnya. Trias revolusi ini akan selalu memastikan hadirnya kemartabatan, kemandirian, kesejahteraan dan keadilan (tuntutan) lewat konstitusi (tuntunan) sebagaimana yang ditunjukkan oleh pahlawan (ke-teladan-an) pada kita semua: warga nusantara.


    Tapi, tanpa agensi yang dahsyat maka PDB kita yang 9 ribu triliun hanya akan hasilkan 6K: kemiskinan 37%, kesenjangan 0.43%, konsentrasi Jawa 59%, kemalasan 18%, kekecilan usaha (UKM) 99%, kebodohan 17%. Inilah warisan produk rezim neoliberal yang diteruskan rezim karitatif (pura-pura nasionalis).

    Di atas segalanya—mengacu pada sejarah pembangunan ekonomi-politik republik Indonesia—kita tidak boleh menggantungkan berhasilnya tiga revolusi ini dari hebatnya peraturan-peraturan. Sebab, sebanyak dan sebaik apapun peraturan jika implementasinya buruk—seperti selama ini—maka tak ada hasil kecuali stagnasi ekonomi-politik. Dan, stagnasi ekonomi-politik ini memang hasil terbaik dari penjajah(an) lokal: rezim orderan. Karena itu, perhatian utama dan tugas pokok kita semua adalah menutup buku ekonomi politik neoliberal untuk selamanya dari bumi pertiwi, bumi Indonesia: Nusantara.


    Maka, jika mau merdeka kedua kali dalam ekonomi-politik, kita semua harus mendalami berbagai permasalahan bangsa dengan selalu berupaya untuk menyumbangkan gagasan gagasan besar bagi kehidupan yang lebih waras agar menghasilkan kenegaraan-kemanusiaan dan keberperadaban. Singkatnya, kita harus meneladani para pahlawan yang benar dalam cara dan tujuan serta bermartabat dalam hasil dan pencapaian. Para pahlawan yang menulis konstitusi dan berusaha mempraktekannya, walaupun belum berhasil 100% di bumi pertiwi ini. Tetapi sambil harus diingat nasehat Sutan Sjahrir (1909-1966), “jika pemimpinmu tak berjiwa pahlawan dan nabi, mereka akan terbiasa membungkuk dan menyembah untuk penjajah. Tak sudi pengetahuan, tak peduli perkaderan, tak hirau warga negara.” Inikah yang sedang kita alami dan harus segera diakhiri? Tentu saja! Kawan-kawanku semua, menguatkan seri kuliah umum bertema Nusantara-Indonesia dan Kolonialisme ini, mari kita renungkan hipotesa Hatta (1956:8) ketika menyampaikan pidato dalam judul Lampau dan Datang untuk mendapat gelar Doktor Honoris Causa di UGM, tiga hari sebelum mengundurkan diri dari wapres.

    “Revolusi kita menang dalam menegakkan negara baru,
    dalam menghidupkan kepribadian bangsa. Tetapi, revolusi kita kalah dalam melaksanakan citacita sosial dan ekonominya.” Sebuah hipotesa yang oleh George Kahin (1978:11) disebut sebagai “aspek-aspek terpenting dari pemikiran politik dan sosial ekonomi Hatta.” Di mana kini orang-orang seperti Hatta dan Soekarno berada? Kami memanggil kalian!

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Trias Revolusi Indonesia Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    Scroll to Top